Pendakian Gunung Sumbing via Garung, Bersyukur Tiada Henti
By today-dream - 3/15/2022 09:35:00 PM
Hari Jumat adalah hari andalan kami untuk memulai trip hiking. Seperti biasa tim dari Jakarta bersiap untuk melipir ke beberapa tempat untuk pick up peserta. Selepas menjemput saya di Karawang, mobil langsung bertolak ke Sadang. Ada Adimul sang penumpang terakhir yang harus dijemput di tepi gerbang tol.
Mobil Freed yang kami tumpangi penuh. Tim kali ini begitu exited karena trip ke Guntur sebulan sebelumnya sukses menyatukan niat member tim ini untuk melanjutkan ekspedisi ke gunung lain. Saya dan Adimul minum antimo dulu biar tidak merusak malam senyap teman lainya, khawatir mabok, hehe.
Mobil melaju sat set sat set hingga tiba di Pemalang. Kami singgah sebentar di rumah salah satu teman yang nebeng mudik. Enaknya ditawari makan dan minum, juga dibekali beberapa camilan, wuenak toh. Demi mengejar waktu agar sampai di basecamp saat subuh, buru-buru kami kembali bercumbu dengan jalanan tol.
Empat jam berlalu. Saya beneran teler karena minum antimo. Badan enggak kerasa, cuma telinga yang masih bisa mendengar namun sayup-sayup. Ternyata sudah pukul enam pagi dan masih butuh 30 menit lagi untuk sampai di basecamp. Di sisi kiri disuguhi pemandangan Gunung Sindoro yang berdiri megah. Wah enggak nyangka pernah muncak ke situ yah. Ketika di puncak Sindoro pun tidak pernah terpikirkan untuk naik ke Sumbing.
Basecamp Gunung Sumbing via Garung pagi itu masih sepi. Hanya ada dua tim yang sedang bersiap-siap juga untuk naik. Cuaca begitu cerahnya sampai-sampai puncak Sindoro terlihat dari basecamp Garung ini.
Sementara beberapa orang lainnya mandi, saya dan sisa lainnya packing ulang kemudian mendaftar barang bawaan sesuai list yang disyaratkan oleh pihak basecamp. Peraturan di basecamp Garung cukup ketat yah. Semua barang harus detail dibuatkan sesuai jumlah. Nantinya list tersebut di check kembali saat pelaporan turun.
Kondisi basecamp baik dan nyaman. Ada musola di sisi belakang berikut dengan toilet yang mana airnya deuhh sungguh menyegarkan. Meski airnya dingin sekali, tapi dibikin betah saking bersih dan seger. Manteplah basecamp Garung deh.
Sebelum start, kami sarapan dulu di warung yang lokasinya dekat dengan basecamp. Tak lupa kami ngebekal nasi dan lauk untuk jatah makan siang saat di jalur nanti. Nah, style ini ternyata cukup asik karna tidak perlu memasak untuk makan siang. Biasanya sih butuh waktu istirahat lama kalau masak untuk satu tim.
Yap, kami mulai trekking tepat pukul 10.30 WIB. Setelah berjalan sekitar enam menit, akhirnya kami tergiur juga dengan ojeg yang dari tadi mondar mandir. Wah, nyobain ojeg Sindoro aja seru, boleh dong ya nyobain ojeg Sumbing yang katanya juga terkenal “mengasyikkan”. Kalau ojeg Sindoro, penumpangnya masih normal dibonceng di belakang. Nah kalau ojeg Sumbing lebih gokil, penumpangnya duduk di depan. Waduh! Sebenarnya saya berniat enggak mau coba yaaa karna ga enak lah gitu lah. Tapi karna yang lainnya naik semua, ya masa saya sendirian jalan sampai pos 1 Malim. Iyaudah saya pilih cobain tantangan ini.
Kondisi jalan berbatu tiada henti memang ngebuat mental jadi ketar-ketir alias panik. Kalau jatuh gimana dong itu batu semua pasti lecet abis. Ternyata yang namanya udah jago ya, bapak ojegnya ngebuat segalanya jadi mudah dan SERU! Berbekal permen karet yang saya kunyah sepanjang perjalanan nge-ojeg, juga bantu saya menjadi lebih selow dan enggak terlalu panik. SERU ABIS!
Lebih kurang 15 menit lamanya perjalanan dari start naik ojeg ke Pos 1 Malim. Area kosong di pos ini cukup luas untuk menampung 3-5 rombongan tim. Dari pos ini kegiatan trekking dimulai. Trek langsung menanjak namun di sisi kiri dan kanan vegetasi pohon cukup rapat jadi lumayan teduh. Hingga akhirnya pukul 11.20 WIB kami sampai di Warung Ngetom Mbok Ris. Wah ada warung yah. Teman-teman bisa membeli mie rebus, mie goreng, gorengan, esteh, aneka kopi hingga semangka segar di warung ini. Warungnya cukup luas, terdapat bangku panjang yang disediakan di sekeliling warung. Mantep juga untuk ngaso dulu.
Trek berikutnya masih sama, landai sedikit namun masih posisi menanjak tipis. Kami terus masuk ke belantara hutan menyusuri jalan setapak. Pepohonan rindang masih menyelamatkan kami dari panasnya terik matahari. Hingga kami sampai di pos-pos berikutnya, trek masih bisa diterima oleh kondisi fisik.
Akhirnya kami sampai di trek yang posisinya di tepi tebing. Seketika kabut datang pertanda mungkin saja akan turun hujan. Namun ternyata kena prank, hehe, kabutnya cuma numpang lewat. Di kejauhan terlihat undakan tebing, samar-samar nampaklah para pendaki sedang menyusuri tepian tebing. Pemandangannya persis seperti di trek Torean yang saya lihat di sosial media. Kerenlah, ngerasain mini-nya Torean di Sumbing. Dari posisi ini tempat camp dapat terlihat. Atap warung dan beberapa tenda terlihat kecil. Membatin dalam hati; waduh masih jauh dan harus naik sampai situ yhaaa?!
Kami sempat ngaso agak lama di sisi tepi jalan, mencari tempat yang nyaman di tepi tebing sambil menikmati lembah tebing yang indah. Pukul 15.53 WIB kami kembali melanjutkan perjalanan dengan target langsung ke area camp. Leader kami sudah duluan jalan, niatnya untuk cari tempat camp yang nyaman dan terhindar dari angin kencang.
Melihat lembah tebing yang tinggi, saya pikir trek selanjutnya akan terus menyusuri tepian tebing. Namun ternyata tepat setelah tempat ngaso tadi, treknya langsung banyak landai dan masuk ke dalam hutan di lembah tersebut. Wah. Asyik juga ya. Akhirnya kami sampai di area camp yang sudah di booking leader pada pukul 16.20 WIB, artinya perjalanan dari lembah tebing tadi ke area camp adalah sekitar 1 jam 20 menit.
Alhamdulillah, masih banyak waktu untuk menikmati sunset. Kerennya, leader mengambil posisi area tenda yang cukup bagus untuk melihat sunset. Warna khas sunset orange kemerah-merahan kami dapatkan saat itu. Malamnya kami habiskan untuk makan-makan dan beristirahat. Biasanya sih ngobrol dulu namun kali ini hampir semua memilih tidur lebih awal. Rencananya kami akan start summit pada pukul 1 atau 2 malam untuk mengejar sunrise dan menghindari angin kencang. Berdasarkan pengalaman leader tim kami yang sebelumnya sudah ke Sumbing, dia gagal muncak karena keburu dapat angin kencang. Nah, sebenarnya trip ini berangkat dari agenda remedial-nya leader, si Latif, hehe.
Sudah lewat tengah malam, kami mulai bersiap untuk summit. Semua member ikut summit, jadinya tenda akan ditinggal tanpa penghuni. Artinya segala barang berharga siap kami bawa sampai puncak. Baiknya sih memang begitu agar tidak ada acara kehilangan.
Leader memimpin di depan karena lumayan hapal dengan medan. Malam itu amat cerah. Beruntungnya tidak turun hujan, meskipun anginnya lumayan kencang. Kami yakin cuaca akan cerah sampai puncak nanti. Trek awalnya tanah padat tapi berdebu, menanjak tiada henti. Ada batang-batang pohon kecil yang bisa kami manfaatkan untuk berpegangan. Di kejauhan sana terlihat kelap-kelip lampu senter pendaki yang sedang summit ke puncak Sindoro. Ah, indah sekali Sindoro berdiri dengan gagah ditambah dengan langit malam bersih hingga kami dengan mudah melihat hamparan bintang berkilau-kilau.
Saya sempat sering berhenti sejenak kemudian berbaring sedikit untuk menikmati langit dengan kilauan bintang. Tenang dan nyaman. Kehidupan di kota serasa palsu, padahal realita hidup. Ingin sekali rasanya berlama-lama di trek ini, cuma kepikiran sama badan yang sedang dibawa ini saja.
Pendaki lain mulai memacu sehingga langkah mulai kami percepat. Akhirnya kami tiba di pos 4 Kijing Rancak pukul empat pagi dan kami menyempatkan berfoto setitik di plangnya. Dikarenakan masih gelap yang saya tahu saat itu bahwa kami terus berjalan menyusuri tepi lembah-lembah yang mana kanan atau kiri terdapat rumput-rumput setinggi lutut. Kemudian satu jam berlalu, waktu subuh sudah masuk namun posisi kami masih jauh dari pos batu belah.
Memasuki pukul lima, langit mulai menampakkan birunya pertanda sunrise segera hadir. Makin lama matahari yang tepat berada di belakang kami mulai naik. Seketika puncak Sindoro menjadi merah bata. Ternyata Sindoro memang termahsyur dengan keindahan sunrise-nya karena mendapatkan langsung pantulan sinar matahari. Hamparan awan nan luas memanjakan mata. Alhamdulillah sedang berada di atas awan. Takjub sekali melihat bayangan gunung Sumbing memantul ke hamparan awan berbentuk segitiga, mirip dengan bayangan segitiga pyramid Kerinci.
Perlahan langit kian membiru, kami masih saja berjalan menyusuri tepian lembah. Kadang melewati batu-batu, kadang juga melewati rumput tinggi tapi masih dengan kemiringan yang curam. Hingga akhirnya tibalah di bukit belah. Wah akhirnya. Kami ngaso sejenak dengan menikmati roti selai kacang untuk sarapan. Dan terjadi lagi, di titik ini rasanya saya sudah cukup dengan berada di ketinggian ini. Mager banget untuk lanjutin sampai ke puncak kekawah yang katanya dikit lagi sekitar 20 menit sampai. Dengan segala rayuan dan tipu daya dari teman satu tim, akhirnya saya tetap lanjutkan perjalanan namun dengan sesantai-santainya.
Dua puluh menit berlalu akhirnya saya sampai juga di Puncak Kekawah Gunung Sumbing via Garung. Meskipun bukan tujuan, tapi saya usahakan saja demi teman satu tim buat foto bareng haha. Semua lelah yang terasa dari awal trek summit terbayarkan dengan pemandangan yang luar biasa indah. Langit biru-sebiru-birunya. Gunung Sindoro nampak jelas. Di kejauhan juga terlihat pucuk Slamet berdiri tegap. Para pendaki ternyata sudah ramai di puncak-puncak Sindoro. Adimul, Latief dan Awan memutuskan untuk lanjut ke Puncak Rajawali. Sedangkan saya memilih untuk menikmati Puncak Kekawah dan kawahnya Sumbing.
Lagi-lagi rasanya tidak percaya bisa berada di puncak Sumbing seperti ini. Sekeliling mata saya melihat-lihat, seperti terperangkap oleh hamparan awan luas tidak bertepi. Kemudian di sini lah kami, para penikmat Sumbing berada di secuil puncaknya. Begitu kecil raga ini, begitu luas kebesaran-Nya. Terharu ya pasti, bahagianya sungguh luar biasa. Perasaan yang sulit ditransformasikan lewat kata-kata, yang menjadi jawaban dari pertanyaan : mengapa naik gunung? Apa nikmatnya mendaki?
Sudah cukup puas dengan berleha-leha serta gogoleran di Puncak Kekawah. Akhirnya mulai perjalanan turun kembali ke area camp. Kurang lebih satu setengah jam kami butuhkan untuk sampai kembali di camp. Sungguh singkat daripada waktu perjalanan summit ya, padahal turunnya pakai style mager karena sering berhenti untuk berswafoto.
Salah satu yang saya kagumi dari Sumbing via Garung ini adalah savanna yang terhampar luas mengikuti lereng serta lembah perbukitannya. Beneran mirip dengan Rinjani, rasanya nostalgia Rinjani karena saking seringnya saya mengucapkan “ini mirip Rinjani”. Perjalanan turun ke camp tidak terasa berat seperti yang saya kira sebelumnya karena terbayarkan dengan pemandangan savanna yang indah. Terima kasih ya Sumbing. Tidak berekspektasi lebih, tapi disuguhi segala keindahannya hingga saya jatuh hati, suatu saat ingin kembali lagi.
Sesampainya di camp, kami berkemas kemudian memasak untuk makan siang. Semua bahan makanan yang tersisa kami habiskan di camp ini agar saat turun tidak bawa sisa makanan. Tidak lupa pula untuk sempatkan jajan gorengan dan minuman di warung yang tepat berada di belakang tenda kami. Makan bareng dalam kondisi abis turun summit pokoknya udah paling mantep meski panas-panas sekalipun.
Perjalanan turun kembali ke basecamp Garung kami tempuh selama 3 jam dengan ritme santai sambil swafoto setitik. Itu juga sudah include pakai jasa ojeg turun. Pesan tiket ojegnya di warung Mbok Ris.